Home » » Sepekat Apakah Kita di Hadapan Kopi?

Sepekat Apakah Kita di Hadapan Kopi?

Posted By Redaksi on Minggu, 04 Juni 2023 | Minggu, Juni 04, 2023

Oleh: Alfian Nawawi

Ilustrasi kopi dan buku (Foto: Kedai Kopi Litera)

Hari yang berdenyar adalah hari pemilik ritual yang rutin bagi sebagian penghuni planet ini: minum kopi.
Dari secangkir hitam pekat, mengalir sejarah panjang dan cerita yang juga terdiri dari kisah-kisah kusut. Semestinya di hadapan kopi kita memang tidak hanya terperangah pada aroma menusuk hidung, melainkan juga pada tangan-tangan petani kopi yang mengutak-atik bibit hingga panen.
Mereka, kerjanya merengkuh kebun kopi dan biji-biji merah yang tergantung di ranting-ranting pohon. Mereka menjadi pilar sektor ini, tapi sering terlupakan oleh kedai kopi yang menjamur di berbagai sudut.
Di kedai kopi, aroma menggoda menyambut siapapun yang melangkah masuk. Di tengah deru alat-alat kopi yang bekerja keras, tangan-tangan terampil meracik kopi dengan penuh cinta. Tepuk-tepuk tampak ringan, tetapi proses di baliknya merupakan perpaduan antara seni dan ilmu yang dijalani oleh barista. Mereka adalah pahlawan rasa yang menciptakan minuman yang nikmat dari biji kopi yang telah melalui proses panjang.
Dalam keindahan proses ini, kadangkala hadir pula sosok-sosok penguasa kapitalis. Mereka menjalankan kedai kopi sebagai sarana untuk menyamar, karena hanya dijadikan markas menyusun rencana licik politik yang koruptif. Mereka sesungguhnya bukan UMKM sejati melainkan musuh besar UMKM dan petani kopi. Saking kurang ajarnya kapitalisme, sampai tak tahu malu beli kopi dari luar daerah. Padahal mereka kerap berkhotbah soal kearifan lokal dan pemberdayaan ekonomi masyarakatnya. Warganya bikin kedai kopi, para kapitalis pun ikut bikin padahal hartanya sudah bertimbun.
Di tengah pergulatan antara aroma yang memikat, tangan-tangan kasar petani, barista yang berdedikasi, dan penguasa yang serakah, cerita kopi tetap berlanjut.
Sebagai penikmat kopi, pernahkah kita ikut menjaga keberlangsungan dari hulu ke hilir? Memberi penghormatan yang sepadan kepada petani kopi, memilih kedai kopi yang beretika, dan memahami bahwa kopi simbol persatuan, koneksi antara petani dan penikmat, dan warisan panjang budaya kopi?
Jangan cinta buta pada manual brew yang katanya modern. Teko kuningan ala Bugis Makassar itu lebih modern dibandingkan Vietnam Drip. Teko kuningan muncul tahun 1960-an. Vietnam Drip diciptakan tahun 1950-an. Moka Pot? Itu sebelum Perang Dunia Pertama! Chimex, mesin espresso dan V60? Ah, belajarlah sejarah kopi, kawan. Begitulah, jujur saya tidak pernah suka kopi Americano dan Italiano.

Kedai Kopi Litera, Sabtu, 27 Mei 2023
Share this article :
Komentar

0 apresiator:

 
Support : Creating Website | Dihyah PROject | Dihyah PROject
Copyright © 2011. Kedai Kopi Litera - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Dihyah PROjecte
Proudly powered by Dihyah PROject